Senin, 16 Maret 2015

Taman Hutan Rakyat PoCut Meurah Intan ( Aceh Besar )

Di antara ratusan makam Gudang Banyu Blora, Jawa Tengah terdapat satu makam perempuan perkasa dari Aceh. Pocut Meurah Intan, pahlawan Aceh yang amat gigih mempertahankan harkat dan martabat bangsa. Pocut Meurah Intan ditangkap dalam kondisi terluka saat bertempur melawan Belanda di Desa Biheue, Pidie, pada 1902. Karena tidak mau menyerah dan dikhawatirkan terus menggelorakan perang jihad, akhirnya Pocut Intan dibuang ke Blora pada 1905 dan meninggal pada 19 September 1937.  

Nama Pocut memang akrab di telinga masyarakat Blora. Namun, begitu melihat makamnya, siapa pun akan merasa miris: dinding makamnya terkelupas. Sedangkan di sekelilingnya, makam warga biasa dibangun mentereng, lengkap dengan pagar pembatas. Makam Pocut juga nyaris tak pernah dikunjungi orang, tak seperti layaknya makam pahlawan. Memang pemerintah Aceh pernah berencana memindahkan jasad Pocut ke tanah kelahirannya pada 2001 lalu. Rencana itu dibatalkan karena Pocut berwasiat bahwa dirinya lebih senang dimakamkan di Blora. Wasiat itu pernah disampaikan Pocut kepada RM Ngabehi Dono Muhammad, penghulu dan sahabat Pocut.  

Tahura Pocut  

Di Aceh nama Pocut Meurah Intan resmi dilekatkan sebagai pengganti nama kawasan hutan Seulawah Agam tahun 2001, melalui Perda Nomor 46, dan telah diperkuat sebelumnya dengan Keputusan Menhut No. 95/KPts-II/2001. Tiga tahun sebelumnya kawasan hutan ini lebih dulu ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dengan status Taman Hutan Raya melalui Surat Keputusan No.1/Kpts-11/1998.  

Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan mempunyai sejarah panjang sebelum ditetapkan menjadi Tahura. Sejak tahun 1930 kawasan Seulawah Agam telah ditetapkan menjadi kawasan hutan. Pada tahun 1990 Pemda Daerah Istimewa Aceh, melalui SK Gubernur Kepala D.I. Aceh No. 522.51/442/1990 tanggal 4 September 1990 membentuk Tim Taman Hutan Raya Seulawah. Luas peruntukannya mencapai 25.000 hektar, dari luas tersebut akan dipilih 10.000 hektar yang dianggap layak dan dapat mewakili keanekaragaman potensi flora, fauna maupun potensi fisik lainnya yang ada. Ternyata dari luas yang diperkirakan awal 10.000 ha, hanya 6.300 ha yang ditetapkan sebagai luas areal Tahura, dan nama Tahura Seulawah kemudian ditetapkan menjadi Tahura Pocut Meurah Intan.  

Tahura Meurah Intan terletak di gugusan kawasan hutan Seulawah Agam, berjarak 70 kilometer dari Kota Banda Aceh, di dominasi vegetasi hutan pegunungan dan Pinus Merkusi. Secara administratif berada di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Keadaan topografi Tahura Pocut, umumnya berbukit-bukit. Sebagian kecil adalah dataran dengan status sebagai hutan negara bebas dengan ketinggian 0 sampai 40 meter di atas permukaan laut (DPL) dan berada di kaki Gunung Seulawah Agam.  

Tahura Pocut menyimpan berbagai jenis flora yang didominasi kayu Pinus (Pinus mercusii) dan Akasia (Acasia auriculiformis) seluas 250 Ha, dan padang alang-alang yang luasnya 5.000 hektar atau 20 persen yang diselingi hutan-hutan muda. Penyebaran jenis-jenis flora ini hampir merata di semua kawasan, mulai hutan pantai, hutan dataran rendah hingga hutan dataran tinggi. Sedangkan jenis fauna antara lain Rusa (Cervus unicolor), Babi (Sus Scrofa), Landak (Hystrik brachyura), Kancil, Kera ekor panjang, Burung sri gunting, Burung sempala, Ayam hutan, dan Lutung. Di samping itu dijumpai juga jenis mamalia besar di antaranya Gajah (Elephas maximus). Penyebaran jenis fauna hampir merata di seluruh kawasan.  

Alamnya yang potensial sebagai tempat wisata karena didapati sejumlah obyek alam menarik, seperti air terjun berair panas, sumber air panas, kawah ie juk, kawah belerang, tempat mengasin satwa, kubangan gajah, rumah, kolam, saluran pembagi air, bendungan tua peninggalan Belanda, mata air, lembah Mon Jasa Ma, Makan Tgk. Lamcut, Mesjid Tgk. Keumuruh, tebing batu bersusun, lintasan gajah, lantai gunung berbatu, alur besar berbatu, gunung gajah, batu monyet, tempat bermain siamang di pagi hari.  

Makin kerontang  

Di atas bukit Seulawah, papan nama tegak berdiri menantang pengguna jalan untuk membacanya Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan . Di sekitar papan nama berdiri tegak pohon pinus tua berumur ratusan tahun, pemandangan sama akan kita jumpai sejauh mata memandang, pohon pinus menghampar ribuan hektar. Bagi pengguna jalan raya dari Medan menuju Banda Aceh, Pocut merupakan penyelamat setelah hampir delapan jam disiram terik matahari pantai timur. Pocut merupakan reservoar jaminan masa depan ketersediaan air yang melintasi Krueng Aceh.  

Namun kini, kawasan itu banyak yang berubah. Karena tiap tahunnya pohon pinus bertumbangan jatuh ke tanah berbanding terbalik dengan pertumbuhannya. Kebakaran hutan, aksi pembalak liar, dan konversi lahan selama proses rekonstruksi dituding banyak pihak sebagai penyebab hancurnya ekosistem ini. Sehingga kita patut khawatir. Pasalnya, 27 ribu dari 33 ribu rumah tangga di Banda Aceh mencukupi kebutuhan air minumnya dari air ledeng, sumur, dan mataair. Semua sumber air tersebut berasal dari Krueng Aceh yang berhulu di kawasan Pocut. Belum lagi daerah lainnya, seperti Aceh Besar dan Pidie. Lahan-lahan pertanian akan mengalami gagal panen akibat kekeringan dan tergenang saat musim hujan tiba, sementara kalender musim tanam akan berubah tidak menentu. Karena, kawasan Pocut tidak mampu lagi berfungsi sebagai penyeimbang iklim.  

Persoalan yang melanda kawasan Pocut harus segera dicarikan jalan keluarnya. Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan harus diperhatikan, dan hal penting lainnya, penegakan supremasi hukum. Karena, kawasan Pocut telah menyandang embel-embel berbagai status hukum mulai dari pemerintah Pusat hingga pemerintah Provinsi. Tak ada alasan untuk tidak melaksanakan hukum di republik yang katanya hukum adalah panglima.

Jika itu tidak dilakukan, tak ada lagi tempat berteduh bagi pengguna jalan dari rute MedanĂ¢€“Ă¢€“Banda Aceh. Mereka akan terpanggang terik matahari sejak melintasi pantai timur. Atau akan suramnya masa depan pengguna air minum di Banda Aceh, Pidie, dan Aceh Besar. Ini akan sama dengan kisah miris makam pahlawan wanita Aceh Pocut Meurah Intan di Blora yang saat ini terhimpit dan mengelupas. Padahal, statusnya pahlawan nasional.    

Penulis adalah pegiat sosial dan lingkungan. dan mantan moderator Forum Lingkungan www.acehforum.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar