Pulau Penyengat merupakan pulau yang berjarak sekitar 6 km di seberang kota Tanjungpinang, Ibu Kota Kepulauan Riau. Pulau ini penuh makna bagi sejarah Kesultanan Riau-Lingga. Pada masa keemasannya, Kesultanan Riau-Lingga menjadikan Pulau Penyengat tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga pusat kebudayaan dan keagamaan. Maka tak heran, jika hingga saat ini, peninggalan dari masa keemasan Kesultanan Riau masih dapat ditemui di pulau ini.
Konon, jauh sebelum menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga, pulau seluas 240 hektar ini sering dikunjungi para pelaut atau nelayan yang ingin mencari air bersih. Suatu ketika, saat seorang nelayan tengah mengambil air, tiba-tiba ia dikejar oleh sekelompok binatang sejenis lebah yang juga memiliki sengat. Sejak saat itu, binatang tersebut dikenal sebagai binatang penyengat, dan pulau ini pun disebut dengan Pulau Penyengat.
Dalam kisah yang diceritakan secara turun-temurun dalam masyarakat Melayu, Pulau Penyengat digambarkan sebagai mas kawin yang diberikan oleh Sultan Mahmud Marhum Besar, Sultan Riau periode 1761—1812 M, kepada Engku Putri Raja Hamidah, putri dari Raja Haji Fisabilillah.
Memasuki dermaga di Pulau Penyengat, pengunjung langsung dapat melihat Masjid Raya Sultan Riau. Dari masjid inilah, pengunjung dapat memulai perjalanan wisatanya di Pulau Penyengat. Masjid tua ini, dibangun pada tahun 1832 M, atas prakarsa Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman. Di masjid ini, tersimpan ratusan naskah kuno beraksara arab dan beberapa Alquran tulisan tangan. Sayang, beberapa di antara naskah-naskah kuno tersebut sudah dalam kondisi hancur, karena udara lembab. Selain itu, masjid yang memiliki perpaduan gaya arsitektur khas Melayu, Arab, dan India ini memiliki cerita unik dalam sejarah pembangunannya. Konon, bangunan ini menggunakan putih telur sebagai bahan perekat konstruksinya.
Selepas melihat-lihat masjid yang kaya dengan nilai sejarah ini, pengunjung bisa beranjak dan mengunjungi lokasi wisata lain di pulau ini, seperti berziarah ke makam-makam tokoh Kerajaan Riau-Lingga. Di antaranya adalah makam Engku Putri Raja Hamidah dan makam Raja Ali Haji. Di sepanjang dinding bangunan makam Raja Ali Haji, diabadikan karya besarnya: Gurindam Dua Belas.
Salah satu peninggalan sejarah yang juga dapat dikunjungi adalah Balai Adat. Balai Adat ini digunakan sebagai tempat penyimpanan perkakas-perkakas milik raja dan tuan putri dari Kerajaan Riau-Lingga. Bangunan dengan arsitektur Melayu ini, kini digunakan masyarakat setempat untuk melangsungkan rapat dan juga acara pernikahan. Di bawah kolong bangunan ini, terdapat air sumur yang memiliki mata air jernih. Sumur yang debit airnya tidak pernah berkurang ini, diyakini berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit dan mengentengkan jodoh.
Selain menikmati bangunan-bangunan di atas, pengunjung masih bisa meneruskan perjalanan ke Benteng Bukit Kursi. Benteng ini dibangun pada tahun 1782—1784 M, semasa pemerintahan Raja Ali Haji, dan dimaksudkan sebagai benteng pertahanan, ketika melawan tentara Belanda. Letak benteng yang berada di lereng bukit dan menghadap ke laut, membuat pengunjung dapat menikmati dua hal sekaligus: peninggalan bersejarah dan juga panorama laut yang begitu cantik dari sisi lereng bukit ini.
Untuk bisa mencapai Pulau Penyengat, pengunjung dapat menaiki perahu motor kecil yang dikenal dengan sebutan pompong, dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, Kota Tanjung Pinang. Untuk menaiki pompong ini, penumpang dikenakan biaya Rp 5.000,00 per orang. Atau jika ingin menyewa, biaya yang dikenakan sebesar Rp 50.000,00 per pompong (Agustus 2008).
Di Pulau Penyengat, tidak terdapat hotel ataupun penginapan. Pengunjung yang ingin tinggal lebih lama dapat menginap di rumah-rumah penduduk, bahkan untuk jangka waktu hingga sebulan. Di pulau ini, pengunjung tidak akan menemukan mobil ataupun kendaraan sejenisnya. Jadi, untuk mengelilingi pulau, pengunjung dapat menggunakan jasa becak motor (bemor) yang bisa ditumpangi dua orang. Dengan mengeluarkan uang sewa sebesar Rp 20.000,00 per jam, pengunjung dapat mengelilingi pulau ini, dengan rute yang telah ditentukan pengemudi bemor. Tak hanya itu, pengemudi bemor pun dapat menjadi pemandu yang bisa menceritakan sejarah tempat-tempat yang dikunjungi. Jika mempunyai waktu yang cukup panjang, wisatawan dapat berjalanan kaki untuk menjelajahi pulau kecil ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar